Jakarta – Sebagai salah satu kebutuhan primer untuk hidup, air memegang peranan yang sangat vital bagi kehidupan. Perkembangan sosial ekonomi menggeser pola konsumsi masyarakat yang sebelumnya sebagai pangan domestik menjadi pangan komersil, termasuk produk pangan berbasis air. Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) saat ini menjadi salah satu sumber air minum yang lazim dikonsumsi masyarakat. Dalam produksi AMDK, keamanan dan mutu merupakan hal yang harus diperhatikan dan dijaga sepanjang rantai produksi mulai dari air baku hingga produk jadi. Tujuannya agar masyarakat mendapatkan produk AMDK yang dipastikan aman dan terjamin mutunya. Badan POM sebagai perpanjangan tangan pemerintah yang melakukan fungsi pengawasan terhadap Obat dan Makanan bertanggung jawab melakukan pengawasan terhadap AMKD, baik pre-market maupun post-market. Tak hanya Badan POM saja, pengawasan air juga melibatkan beberapa Kementerian/Lembaga (K/L) terkait, serta pemerintah daerah di Indonesia. Menjawab tantangan pengawasan AMKD dan untuk memperkuat sistem pengawasan pre dan post-market, Badan POM menyelenggarakan Forum Group Discusion (FGD) Pengawasan Air Minum, sebagai upaya melindungi masyarakat, Kamis (16/07). FGD bertujuan untuk memfasilitasi diskusi pengawasan air minum yang dilakukan pemerintah. FGD yang diikuti oleh perwakilan dari K/L, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Depok, dan Tangerang, serta Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (ASPADIN) ini menghadirkan narasumber Founder and Chairman of Indonesia Waters Institute Firdaus Ali, Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang diwakili Direktur Kesehatan Lingkungan Imran Agus Nurali, dan Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang diwakili Kepala Sub. Direktorat Industri Minuman Ringan dan Pengolahan Hasil Holtikultura, Merrijantij Pungan Pintaria. “FGD ini merupakan upaya melindungi masyarakat dari pelaku usaha AMDK yang tidak memenuhi persyaratan, respon terhadap emerging issues, perkuatan sistem pengawasan pre dan post-market untuk menjamin kualitas dan keamanan AMDK sampai ke konsumen,” jelas Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito dalam sambutannya. Belakangan muncul berbagai isu yang berhubungan dengan AMDK yang meresahkan masyarakat. Mulai dari isu mikroplastik pada air bersih yang menjadi bahan baku AMKD, isu residu hormon, hingga yang terbaru hoaks AMDK yang mengandung zat besi. Selain itu banyak dijumpai iklan AMDK dengan klaim berlebihan dan menyesatkan, seperti dapat menyembuhkan penyakit tertentu. Badan POM melakukan pengawasan AMDK di sepanjang product life cycle meliputi evalusi pre-market, pengawasan post market, dan penindakan terhadap pelanggaran. Kepala Badan POM menegaskan sebelum AMDK diedarkan, Badan POM melakukan evaluasi pre-market melalui penilaian terhadap keamanan dan mutu/kualitas AMDK termasuk kandungan cemaran sesuai standar keamanan dan mutu produk pangan yang telah ditetapkan. ”Badan POM tidak akan memberikan izin edar terhadap produk AMKD yang memiliki kandunngan cemaran melebihi batas yang ditentukan," tegasnya. “Badan POM rutin melakukan post-market control terhadap produk pangan termasuk AMDK yang beredar di wilayah Indonesia baik melalui pemeriksaan sarana produksi dan sarana distribusi/ritel, sampling dan pengujian, monitoring label dan iklan produk AMDK, serta survilans termasuk penanganan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau keracunan akibat pangan,” tambah Kepala Badan POM. Dalam paparannya, Firdaus Ali menyebut saat ini masih terdapat perbedaan dalam peraturan antar K/L yang membuat bingung para pelaku usaha. “Perlu adanya tata ulang atau harmonisasi terkait standar AMDK, agar tidak menimbulkan kerancuan dan perlu adanya updating disesuaikan dengan situasi sekarang,” ujar Firdaus Ali Setuju dengan pernyataan Firdaus Ali, Kepala Badan POM mengingatkan tentang pentingnya sinergi antar K/L dalam pengawasan AMDK untuk melindungi masyarakat. “Upaya kita sebagai pemerintah adalah untuk melindungi agar industri air minum ini tetap berkembang dengan baik, dan yang terpenting adalah melindungi masyarakat agar produk yang dikonsumsi terjamin keamanan dan mutunya.” tutup Kepala Badan POM. (HM - Bayu) Biro Hubungan Masyarakat dan Dukungan Strategis Pimpinan Sumber: Badan POM ![]()
0 Comments
Sehubungan dengan pemberitaan di berbagai media sosial yang menyesatkan masyarakat mengenai kandungan besi dalam produk air mineral, Badan POM RI memandang perlu memberikan penjelasan sebagai berikut:
Jika masyarakat memerlukan informasi lebih lanjut dapat menghubungi Contact Center HALOBPOM 1500533 (pulsa lokal), SMS 081.21.9999.533, WhatsApp 081.191.81.533, e-mail [email protected], Twitter @BPOM_RI, atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia. Sumber: Badan POM ![]()
FLAIMM (Forum Lintas Asosiasi Industri Makanan dan Minuman) mengadakan Konferensi Pers tanggal 19 April 2018 di Nouvelle Restaurant & Lounge, Jakarta, mengenai Bea Masuk Anti Dumping PET dengan juru bicara Bapak Rachmat Hidayat, Ketua Umum ASPADIN Press Release: Disharmoni Kebijakan Perdagangan dan Kebijakan Industri: Faktor Pendorong Industrialisasi
Dalam beberapa pekan terakhir, Pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan perdagangan yang banyak menyedot perhatian publik. Selain kebijakan impor beras 500 ribu ton yang banyak menuai kontroversi, ada beberapa kebijakan perdagangan lainnya yang tidak kalah krusial. Khususnya, kebijakan perdagangan yang tidak sejalan dengan penguatan daya saing industri manufaktur. CORE memandang sangat penting untuk menyampaikan permasalahan ini dan menyarankan agar pemerintah semakin berhati-hati untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan tersebut karena berpotensi semakin memperlemah daya saing industri domestik dan mempercepat proses deindustrialiasi. Padahal, penyebab utama dari dua masalah ekonomi serius yang sedang dihadapi Indonesia saat ini, yakni kurangnya akselerasi pertumbuhan ekonomi yang masih tertahan di level 5 persen dalam tiga tahun terakhir, serta lemahnya kinerja ekspor dibandingkan dengan negara-negara tetangga ASEAN sebagaimana yang dikeluhkan oleh Presiden Joko Widodo, adalah lemahnya daya saing industri manufaktur. Di antara kebijakan tersebut adalah kemudahan akses bagi produk-produk impor untuk masuk ke pasar domestik. Pertama, target pengurangan barang impor yang masuk kategori larangan dan pembatasan (lartas) dari 49% hingga di bawah 18% pada Februari 2018.Kebijakan ini perlu dipertimbangkan dengan lebih hati-hati. Memang dibutuhkan terobosan untuk meningkatkan efisiensi logistik perdagangan termasuk barang impor,[1] namun upaya tersebut harus selaras dengan upaya penguatan industri dalam negeri. Seperti diketahui, kebijakan lartas tidak hanya berkaitan dengan perlindungan konsumen seperti aspek kesehatan dan keamanan, namun juga menjadi salah satu bentuk kebijakan non-tarif untuk melindungi industri domestik. Kalaupun diterapkan, pelonggaran lartas tersebut semestinya hanya berlaku barang baku impor yang memang dibutuhkan oleh industri domestik, dan tidak mencakup seluruh barang khususnya barang jadi yang telah mampu dipenuhi oleh produsen domestik. Apalagi penerapan lartas selain pada produk pangan, banyak diterapkan pada barang-barang industri yang menjadi andalan Indonesia khususnya Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), industri baja, batik, dan elektronika. Padahal industri-industri tersebut saat ini justru membutuhkan suntikan kebijakan agar memiliki daya saing yang lebih baik. Berikut video wawancara Ketua Umum ASPADIN, Bpk Rachmat Hidayat, di acara Lunch Talk yang ditayangkan Berita Satu dengan Tema "Air Untuk Semua" pada tanggal 10 April 2018 Video bagian ke 1 pada link ini Video bagian ke 2 pada link ini Video bagian ke 3 (terakhir) pada link ini Berita lengkap pada: www.beritasatu.com/ekonomi/487714-ruu-sda-perhatikan-kepentingan-dunia-usaha.html
Sumber: kemenperin.go.id ![]() Kementerian Perindustrian telah menerbitkan peraturan mengenai SNI wajib bagi produk air minuman dalam kemasan (AMDK). Hal ini sesuai Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 78 tahun 2016 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Air Mineral, Air Demineral, Air Mineral Alami, Dan Air Minum Embun Secara Wajib. “Jadi, produk AMDK yang beredar di pasar telah sesuai dengan standar mutu yang berlaku wajib dan mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),” kata Dirjen Industri Agro Panggah Susanto di Jakarta, Sabtu (17/3). Menurut Panggah, penyusunan SNI untuk produk AMDK dilakukan oleh Komite Teknis yang terdiri dari berbagai pemangku kepentingan, meliputi pihak pemerintah, akademisi atau ahli termasuk di bidang keamanan pangan, masyarakat, hingga produsen. Bahkan, pengawasan produk AMDK di dalam negeri telah dilakukan secara berkala, baik selama di lokasi produksi maupun di pasar oleh instansi terkait, yang meliputi pengawasan air baku, proses produksi, produk akhir sampai dengan kemasan produk. “Total terdapat 44 parameter persyaratan air bersih yang digunakan sebagai bahan baku AMDK, yaitu fisika (6 parameter), kimia (17 parameter), kimia organik (18 parameter), mikrobiologik (1 Parameter) dan radio aktivitas (2 parameter),” paparnya. Selain itu, telah ditetapkan syarat mutu pada produk AMDK, di antaranya SNI 3553:2015 Air Mineral telah menetapkan 27 Kriteria Uji sebagai syarat mutu air mineral, SNI 6241:2015 Air Demineral telah menetapkan 13 Kriteria Uji sebagai syarat mutu air demineral. Kemudian, SNI 6242:2015 Air Mineral Alami telah menetapkan 11 Kriteria Uji sebagai syarat mutu air mineral alami, dan SNI 7812:2013 Air Minum Embun telah menetapkan 29 Kriteria Uji sebagai syarat mutu air minum embun. Lebih lanjut, dalam penyusunan standar tersebut telah menggunakan beberapa referensi internasional, antara lain seperti Codex Alimentarius Committee, WHO, dan lainnya yang umum digunakan dalam penyusunan standar keamanan pangan di berbagai negara. Bahkan, pengujian kesesuaian mutu AMDK dilakukan oleh laboratorium penguji yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). “Selain itu, penilaian kesesuaian SNI untuk produksi AMDK dilakukan audit terhadap penerapan Good Manufacturing Practices atau Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (GMP/CPPOB),” imbuhnya. Adanya temuan terkait cemaran mikroplastik pada produk AMDK, Kemenperin mengusulkan perlu adanya kajian lebih lanjut. Kajian ini dilakukan melalui metode uji yang berstandar untuk mengetahui tingkatan maksimum dan dampak mikroplastik terhadap kesehatan manusia. “Saat ini, belum ada dokumen standar mutu, metode uji, tingkatan maksimum kandungan mikroplastik pada produk makanan dan minuman khususnya AMDK, serta belum ada kajian mendalam dampak kandungan mikroplastik pada tubuh di tingkat global yang umum dijadikan referensi,” ungkapnya. Selama ini, Kemenperin terus mendorong pertumbuhan dan daya saing industri AMDK nasional, termasuk dalam upaya meningkatkan kualitas produknya agar mampu memenuhi kebutuhan pasar di domestik dan eskpor. Saat ini, industri AMDK di dalam negeri berjumlah sekitar 700 perusahaan yang sebagian besar merupakan sektor industri kecil dan menengah (IKM). Secara volume, konsumsi AMDK menyumbang sekitar 85 persen dari total konsumsi minuman ringan di Indonesia. Sementara itu, laju pertumbuhan industri makanan dan minuman pada pada tahun 2017 mencapai 9,23 persen, jauh diatas pertumbuhan PDB nasional sebesar 5,07 persen.Peran subsektor industri makanan dan minuman terhadap PDB sebesar 6,14 persen dan terhadap PDB industri nonmigas mencapai 34,3 persen, sehingga menjadikannya subsektor dengan kontribusi terbesar dibandingkan subsektor lainnya pada periode yang sama. Demikian Siaran Pers ini untuk disebarluaskan. Sumber: pom.go.id PENJELASAN BPOM RI TENTANG ISU KANDUNGAN MIKROPLASTIK PADA AIR MINUM DALAM KEMASAN Sehubungan merebaknya isu kandungan mikroplastik pada air minum dalam kemasan, BPOM memandang perlu untuk memberikan penjelasan sebagai berikut:
Sumber: pom.go.id PENJELASAN BPOM RI TENTANG ISU BAHAYA AIR KEMASAN YANG DITINGGAL DI DALAM MOBIL ehubungan dengan informasi di media sosial mengenai “Air Kemasan Yang Ditinggal Di Dalam Mobil Anda Sangat Berbahaya!”, BPOM RI memandang perlu memberikan penjelasan sebagai berikut:
Masyarakat dihimbau untuk tidak mudah terprovokasi dan tidak menyebarluaskan berita/isu terkait makanan dan kemasan pangan yang tidak terbukti kebenarannya. Apabila menemukan produk yang mencurigakan, masyarakat dapat menghubungi Contact Center HALO BPOM 1-500-533 (pulsa lokal), SMS 0812-1-9999-533, e-mail: [email protected], atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia. Jakarta, 15 Maret 2018- Menanggapi adanya berita mengenai penelitan Orb Media, konsorsium jurnalis yang berbasis di Washington, Amerika, yang menemukan partikel mikroplastik dalam air minum dalam kemasan (AMDK), Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan Indonesia (ASPADIN) menegaskan bahwa Kesehatan dan keselamatan konsumen merupakan prioritas utama produsen AMDK.
“Semua produk anggota ASPADIN wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan ketentuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait keamanan dan mutu pangan,” ujar Rachmat Hidayat, Ketua ASPADIN. Rachmat lebih lanjut menjelaskan bahwa seluruh anggota ASPADIN mendapatkan pengawasan oleh Lembaga yang berwenang dilakukan secara berkala untuk memastikan pemenuhan produk terhadap ketentuan SNI dan BPOM, dimulai dari air sumber, kemasan, proses produksi sampai dengan produk akhir. “Sebagai bagian dari produk, pengawasan mutu juga dilakukan terhadap kemasan, mengacu pada peraturan BPOM tentang pengawasan kemasan pangan, “ tambah Rachmat. Menurut Rachmat, saat ini, mikroplastik menjadi topik yang berkembang dan dibahas dalam berbagai konteks yang berbeda. Secara lokal maupun global, belum ada kerangka peraturan, metodologi baku untuk pengujian mikroplastik dalam produk pangan, maupun penelitian yang memadai dan konsensus ilmiah tentang potensi dampak partikel mikroplastik terhadap kesehatan. “Kami akan terus mengikuti perkembangan terkait dengan isu mikroplastik ini,” ujar Rachmat Kontak Media: Rachmat Hidayat (Ketua ASPADIN) email: [email protected] Press Release: Disharmoni Kebijakan Perdagangan dan Kebijakan Industri: Faktor Pendorong IndustrialisasiSumber: http://www.coreindonesia.org/ Dalam beberapa pekan terakhir, Pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan perdagangan yang banyak menyedot perhatian publik. Selain kebijakan impor beras 500 ribu ton yang banyak menuai kontroversi, ada beberapa kebijakan perdagangan lainnya yang tidak kalah krusial. Khususnya, kebijakan perdagangan yang tidak sejalan dengan penguatan daya saing industri manufaktur. CORE memandang sangat penting untuk menyampaikan permasalahan ini dan menyarankan agar pemerintah semakin berhati-hati untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan tersebut karena berpotensi semakin memperlemah daya saing industri domestik dan mempercepat proses deindustrialiasi. Padahal, penyebab utama dari dua masalah ekonomi serius yang sedang dihadapi Indonesia saat ini, yakni kurangnya akselerasi pertumbuhan ekonomi yang masih tertahan di level 5 persen dalam tiga tahun terakhir, serta lemahnya kinerja ekspor dibandingkan dengan negara-negara tetangga ASEAN sebagaimana yang dikeluhkan oleh Presiden Joko Widodo, adalah lemahnya daya saing industri manufaktur. Di antara kebijakan tersebut adalah kemudahan akses bagi produk-produk impor untuk masuk ke pasar domestik. Pertama, target pengurangan barang impor yang masuk kategori larangan dan pembatasan (lartas) dari 49% hingga di bawah 18% pada Februari 2018.Kebijakan ini perlu dipertimbangkan dengan lebih hati-hati. Memang dibutuhkan terobosan untuk meningkatkan efisiensi logistik perdagangan termasuk barang impor,[1] namun upaya tersebut harus selaras dengan upaya penguatan industri dalam negeri. Seperti diketahui, kebijakan lartas tidak hanya berkaitan dengan perlindungan konsumen seperti aspek kesehatan dan keamanan, namun juga menjadi salah satu bentuk kebijakan non-tarif untuk melindungi industri domestik. Kalaupun diterapkan, pelonggaran lartas tersebut semestinya hanya berlaku barang baku impor yang memang dibutuhkan oleh industri domestik, dan tidak mencakup seluruh barang khususnya barang jadi yang telah mampu dipenuhi oleh produsen domestik. Apalagi penerapan lartas selain pada produk pangan, banyak diterapkan pada barang-barang industri yang menjadi andalan Indonesia khususnya Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), industri baja, batik, dan elektronika. Padahal industri-industri tersebut saat ini justru membutuhkan suntikan kebijakan agar memiliki daya saing yang lebih baik. PEREDARAN INFORMASI MENGENAI KUALITAS AMDK
28 Februari 2018 Terkait dengan beredarnya video di berbagai media sosial dan pesan elektronik seperti WA akhir-akhir ini mengenai kualitas air kemasan (AMDK), dengan ini ASPADIN menyatakan sebagai berikut:
Demikian pernyataan dari ASPADIN. Mari bersama-sama kita wujudkan industri Indonesia yang lebih baik. |
© 2020 / WSL |
ASPADIN
Grand Slipi Tower Lt. 42-GH Jl. Letjen S. Parman, Palmerah, Jakarta Barat DKI Jakarta 11480 (+62 811 928 7508) [email protected] / [email protected] |