Oleh: Nadia Kusuma Dewi (Industry Analyst Bank Mandiri) Sumber: kontan.co.id Rencana pemerintah mengenakan cukai kemasan plastik untuk produk makanan dan minuman menimbulkan polemik. Kami memandang pemerintah perlu mengkaji lebih dalam rencana ini, apalagi kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat saat ini belum pulih.Jika kebijakan tersebut diberlakukan, kami perkirakan, industri makanan dan minuman akan mengalami dampak negatif paling besar dibandingkan dengan industri lain pengguna plastik kemasan. Industri makanan dan minuman adalah penggunaan kemasan plastik terbesar, atau lebih dari 50%. Bahkan untuk industri air minum dalam kemasan, biaya kemasan plastik adalah komponen biaya terbesar. Ada beberapa alasan mengapa pengenaan cukai kemasan plastik tidak layak diterapkan: Pertama, industri makanan dan minuman adalah industri yang berperan sebagai motor pertumbuhan ekonomi nasional. Industri ini tumbuh rata-rata 8,5% per tahun pada 2010-2015.
Angka ini tertinggi dibandingkan dengan industri-industri manufaktur nonmigas lainnya. Bahkan jauh lebih tinggi ketimbang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebagai tambahan, kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) industri makanan dan minuman terhadap industri manufaktur nonmigas mencapai 30,8%. Badan Koordinasi Penanaman Modal juga mencatat, realisasi investasi industri ini terbesar dari porsi penanaman modal dalam negeri (PMDN) beberapa tahun terakhir. Kedua, industri makanan dan minuman didominasi usaha skala kecil dan mikro, yakni mencapai 99,5% dari sekitar 1,2 juta unit usaha. Pengenaan cukai kemasan plastik tentu menambah beban usaha kecil dan mikro. Apalagi persaingan pasar sangat ketat. Mereka akan kesulitan untuk melakukan penyesuaian harga produk. Hanya perusahaan besar yang kemungkinan bisa mengatasi dampak kebijakan ini, lantaran skala produksinya besar dan brand equity-nya kuat. Ketiga, produk makanan dan minuman dalam kemasan plastik telah menjadi barang konsumsi sehari-hari. Produk ini bukan lagi barang eksklusif dan membahayakan kesehatan layaknya rokok. Mengacu Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, barang yang dikenai cukai adalah barang yang memiliki sifat atau karakteristik konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. Selain itu, sebetulnya hal yang paling mendasar adalah pemerintah harus memperjelas tujuan pengenaan cukai plastik ini. Jika tujuan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara, penerapan kebijakan tersebut harus efektif memberikan tambahan pendapatan yang signifikan. Kami memandang, kebijakan ini mungkin tidak bisa mencapai tujuan. Karena pengenaan cukai kemasan plastik berpotensi menurunkan pertumbuhan industri makanan dan minuman dan ekonomi secara keseluruhan. Walaupun ada tambahan penerimaan cukai, tetapi penerimaan pajak dari sektor lain berpotensi turun. Sementara, jika fokus pemerintah adalah pengendalian sampah, sebetulnya pemerintah cukup mengintensifkan penerapan Peraturan Pemerintah No 81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah yang mewajibkan produsen barang melakukan pendauran ulang sampah mereka. Karena itu, rencana pengenaan cukai plastik kemasan untuk produk makanan dan minuman sebaiknya ditinjau kembali. Sebagai industri prioritas dan penggerak utama industri manufaktur nonmigas, sudah selayaknya pemerintah mendukung penciptaan iklim investasi yang kondusif bagi industri makanan dan minuman dan bukan malah menciptakan disinsentif yang menghambat pertumbuhan industri ini. Namun demikian, jika pemerintah tetap memutuskan pengenaan cukai ini, sebaiknya penerapannya dilakukan secara bertahap dan memberikan cukup waktu kepada para pelaku industri makanan dan minuman untuk menentukan apakah akan bertahan dengan penggunaan kemasan plastik atau beralih pada kemasan lainnya seperti, kertas. Kita tentunya berharap semoga pemerintah mengambil keputusan terbaik bagi semua pihak.
0 Comments
Your comment will be posted after it is approved.
Leave a Reply. |
© 2020 / WSL |
ASPADIN
Grand Slipi Tower Lt. 42-GH Jl. Letjen S. Parman, Palmerah, Jakarta Barat DKI Jakarta 11480 (+62 811 928 7508) dpp.aspadin@gmail.com / sekretariat@aspadin.com |